Minggu, 10 Februari 2013

Mau Dibawa ke Mana Bahasa Indonesia?

Tulisan kali ini tidak ada sangkut pautnya dengan competitive programming, hanya merupakan tuangan dari pikiran saya tentang kondisi berbahasa di negeri ini.

Prakata: tulisan ini hanyalah pikiran yang pernah melintas di kepala saya. Tidak ada maksud melawan, menjelek-jelekkan, atau sejenisya.

"... ciyuss? Miapah!?! Enelan?!??!"
"... gitu lho bro konsep kita, gimahow?"
"selaww brayy, kumpul masih minggu depan..."
"ini tuh gak make sense banget deh..."
"... gimana dong? Secara gue ini kan..."

Kata-kata yang kadang saya dengar entah di acara/iklan televisi, percakapan anak muda, baca di tweet seseorang, atau di status facebook. Terus terang, kata-kata itu membuat pikiran saya melayang-layang.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah artikel di entah situs apa (saya lupa). Artikel itu memberi komentar atas generasi muda yang yang sudah tidak lancar lagi berbahasa Indonesia. Artikel itu juga menyatakan di sekolah, mayoritas mereka menggunakan bahasa Inggris. Komentar itu juga dikaitkan dengan Sumpah Pemuda, bahwa para pemuda di masa lalu tidak main-main dalam menyatakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Secara pribadi, saya setuju dengan maksud yang ingin disampaikan artikel itu. Jika anda bangsa Indonesia, hendaknya mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Urusan bahasa sehari-hari tidak terlalu dipermasalahkan, entah itu bahasa Jawa, Sunda, Batak, atau bahasa daerah lainnya. Urusan sekolah mau belajar bahasa apa terserah, yang penting muridnya (yang bangsa Indonesia) mampu berbahasa Indonesia dengan baik.

Masalah muncul ketika yang dimaksudkan adalah berbahasa Indonesia, tetapi yang diucapkan adalah "bahasa" Indonesia. Entah dari mana sumbernya tetapi "bahasa" Indonesia hibrida mulai bermunculan. Sebut saja ciyus, enelan, dan kawan-kawannnya. Yang lebih lucu lagi adalah gimahow, selaw, bray. Bahasa apa itu!?

Sebelum saya mengenal kata-kata tersebut, saya tidak menganggap bahwa bahasa "gaul" merupakan sesuatu yang buruk. Sayangnya keberadaan kata-kata itu mulai mengancam kedudukan bahasa "gaul" di zona-aman-digunakan. Apakah kata-kata seperti itu bermakna? Apakah menggunakan kata-kata seperti itu akan membuat seseorang terlihat gaul? Apakah berkomunikasi dengan setengah bahasa Inggris setengah bahasa Indonesia membuat seseorang terlihat keren?

Sungguh lucu apabila di masa depan kata-kata tersebut masuk ke dalam KBBI, dianggap sebagai kata-kata serapan. Bagaimanapun juga, saya tidak tahu apakah ini merupakan salah satu bentuk evolusi bahasa, fenomena yang wajar, atau hanya tren sesaat. Menurut saya, sebisa mungkin gunakan bahasa Indonesia jika memang ada kata untuk mewakili apa yang ingin disampaikan. Dalam menulis blog, saya sendiri berusaha menghindari penggunaan kata-kata bahasa asing, kecuali jika kata tersebut memang lazim digunakan untuk merepresentasikan maksud saya. Mengapa menggunakan thanks jika kita punya terima kasih, atau setidaknya "makasih"?

1 komentar :